Surplus Perdagangan Beruntun Dimotori Industri Agro dan Manufaktur

banner 468x60
Republik Satu – Sektor pertanian dan manufaktur menjadi penopang utama tren positif ekspor Indonesia selama kurun waktu 58 bulan terakhir.

Kabar baik muncul dari bidang ekonomi. Meski situasi perekonomian global diliputi ketidakpastian, terutama dampak  kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara, strategi pemerintah dalam mengendalikan stabilitas ekonomi terbukti mampu menghadapi tekanan tersebut.

Seperti yang dilaporkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bahwa neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Februari 2025, dengan nilai mencapai USD3,12 miliar. Surplus ini melanjutkan tren positif yang telah berlangsung selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa secara kumulatif dalam periode Januari – Februari 2025 neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD6,61 miliar. Angka ini mengalami kenaikan sebesar USD3,78 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Ekspor konsisten tumbuh, pada bulan Februari mencapai tingkat 9,16 persen (year on year/yoy). Sektor pertanian dan manufaktur tumbuh paling tinggi secara berurutan,” ungkap Menkeu saat memaparkan APBNKita 2025, Rabu (19/3/2025).

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Di sisi impor, Menkeu menegaskan bahwa tren positif tetap terjaga dengan fokus utama untuk mendukung kegiatan industri nasional. Menurutnya, pertumbuhan barang modal dan bahan baku menunjukkan adanya produksi dan investasi yang tetap kuat.

Adapun tren positif dalam perekonomian Indonesia tidak hanya tecermin dari neraca perdagangan, tetapi juga dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia. Pada Februari 2025, PMI Indonesia berhasil melenting kembali ke zona ekspansif dan mencapai level tertinggi secara global setelah India, yakni di angka 53,6. Pertumbuhan manufaktur didorong oleh lonjakan permintaan baru sehingga menstimulus aktivitas produksi dalam negeri.

Kondisi demikian, menurut Menkeu Sri Mulyani mencerminkan kestabilan dan ketahanan ekonomi Indonesia yang tetap solid.  “Ini menjadi modal yang baik untuk terus mendorong pertumbuhan berkelanjutan,” imbuhnya.

Sebelumnya, dijelaskan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, surplus Januari 2025 didorong oleh surplus nonmigas USD4,88 miliar meski sektor migas mencatat defisit USD1,43 miliar. Negara penyumbang surplus nonmigas terbesar adalah AS (USD1,58 miliar), India (USD770 juta), Filipina (USD730 juta), Arab Saudi (USD600 juta), dan Malaysia (USD440 juta).

Secara tahunan ekspor meningkat dan produk industri masih menjadi andalan penghasil devisa negara. Produk dengan pertumbuhan ekspor paling pesat antara lain kapal dan struktur terapung (4.732,44 persen), kakao olahan (169,53 persen), serta kopi, teh, dan rempah-rempah (125,44 persen).

Sektor industri berkontribusi 84 persen terhadap ekspor nonmigas, disusul pertambangan (13,33 persen) dan pertanian (2,67 persen). Pertumbuhan ekspor pertanian tercatat paling tinggi, naik 45,46 persen secara tahunan.

Tiongkok, AS, dan India menjadi pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai USD8,14 miliar atau 39,89 persen dari total ekspor. Ekspor ke Arab Saudi melonjak 299,35 persen, diikuti Rusia (194,40 persen) dan Thailand (80,83 persen).

Diakui oleh Kementerian Perindustrian sejak 2024 pihaknya mencatat, industri agro mampu tumbuh sebesar 5,20 persen dan turut berkontribusi mencapai 8,89 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan peran vital sektor industri agro dalam struktur ekonomi nasional, terutama melalui sektor pengolahan non-migas yang menyumbang hingga 51,81 persen.

“Industri agro bukan hanya menggerakkan sektor ekonomi, tetapi juga menyerap tenaga kerja lebih dari 9,37 juta orang. Artinya, sektor ini ikut andil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, Jumat (28/3/2025).

Beberapa subsektor andalan di industri agro, antara lain industri makanan dan minuman, serta industri kayu, kertas, dan furnitur.

Kendati demikian, sektor di industri agro juga dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti fluktuasi harga bahan baku, perubahan regulasi global, dan dampak perubahan iklim.

“Untuk itu, kita perlu mengantisipasi tantangan tersebut dengan kebijakan yang adaptif dan penerapan inovasi teknologi. Dukungan dari pemerintah, investasi yang berkelanjutan, serta peningkatan daya saing adalah kunci untuk memastikan industri agro tetap berkembang secara berkelanjutan,” ujar Menperin  Agus Kartasasmita.

Di sisi lain, neraca perdagangan industri agro menunjukkan hasil yang positif, tecermin dari nilai ekspor mencapai USD67,08 miliar dengan volume sebesar 67,07 juta ton pada 2024.

“Produk agro Indonesia makin dinamis, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas, dengan sektor makanan dan minuman olahan yang menyumbangkan USD41,4 miliar. Keseimbangan antara ekspor dan impor yang kondusif juga menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sektor ini,” imbuh Menperin.

Investasi di bidang industri agro juga masih menarik. Tergambar dari realisasi investasi di sektor agro yang mencapai Rp206,3 triliun. Jumlah tersebut meliputi Rp126 triliun dari modal asing dan Rp80,4 triliun dari modal dalam negeri.

Dari catatan tersebut, tren surplus perdagangan yang berkelanjutan ini menunjukkan daya saing ekonomi Indonesia yang terus meningkat. Tentunya hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong investasi dan ekspor nasional.

 

(AR/indonesia.go.id)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *